Selasa, 20 Oktober 2009

Masjid - Masjid Bersejarah


Dari Jayakarta ke Tumenggung Mataram, Ketika VOC (Kompeni) menaklukkan Jayakarta (Mei 1619), JP Coen bukan saja menghancurkan keraton, tapi juga memporakporandakan masjid Kesultanan Jayakarta yang kini letaknya kira-kira di Kalibesar Timur. Pangeran sendiri dan para pengikutnya kemudian hijrah ke Jatinegara Kaum, dekat Pulogadung, Jakarta Timur. Mengikuti jejak Rasulullah, Pangeran Ahmad Jaketra di tempatnya yang baru membangun sebuah masjid yang diberi nama As-Salafiah.

Dari masjid yang dijadikan markas inilah, pengeran dan para pengikutnya bergerilya melawan Belanda. Sekalipun sudah berusia hampir empat abad, masjid ini masih berdiri kokoh. Ini terlihat dari empat tiang utama terbuat dari kayu jati yang menjadi penyangga masjid tersebut. Sekalipun masjid ini sudah delapan kali di renovasi dan diperluas tapi empat tiang utama ini masih kita dapati. Hal yang sama juga masih terlihat pada masjid-masjid tua lainnya. Dari masjid As-Salafiah inilah, ia mengobarkan semangat jihad kepada para anak buahnya yang tetap setia. Sambil tidak henti-hentinya mengusik Belanda dalam upaya merebut kembali Jayakarta. Menurut sejarah versi Belanda, sampai 1670 Batavia tidak pernah aman dari gangguan keamanan akibat aksi gerilya ini. Ketika Sultan Ageng Tirtayasa dari Banten menyerang VOC, Jatinegara Kaum kembali memegang peran penting sebagai pos terdepan.

Hal yang sama juga terjadi ketika balatentara Mataram melakukan dua kali penyergapan ke Batavia (1628 dan 1629). Seperti juga masjid-masjid tua lainnya, di samping kiri masjid terdapat makan-makam. Termasuk makam Pangeran Ahmad Jaketra, para keluarga dan pengikutnya. Adanya kuburan ini baru diumumkan pada 1956 bertepatan dengan HUT DKI ke-429. Dengan alasan Belanda sudah enyah dari bumi Indonesia, yang sebelumnya selalu dirahasiakan. Jatinegara Kaum mungkin merupakan kampung tertua di Jakarta, dengan penduduk aslinya bukan Betawi, mengingat waktu itu Jayakarta dikuasai Kerajaan Banten. Para penduduk asli juga menggunakan bahasa Sunda yang bersumber dari Banten, bukan bahasa Melayu dialek Betawi.

Dari Jatinegara Kaum, mari kita menuju ke Proyek Senen, Jakarta Pusat. Tapi kita bukan untuk berbelanja. Karena dibagian belakang dari proyek Senen, tepat di depan Gelanggang Remaja Planet Senen dan Stasion KA Senen juga terdapat sebuah masjid tua, Al-Arief namanya. Tidak diketahui pasti berapa usia masjid ini. Menurut seorang petugasnya, konon usianya lebih dari 200 tahun. Sayangnya, petugas ini tidak mau menjelaskan lebih rinci tentang masjid ini. Ia hanya menyatakan kecewa karena masjid tua yang dulunya terletak di Gang Jagal Senen tidak pernah mendapat bantuan pemerintah.

Telantar, begitu ia mengistilahkan kondisi peninggalan sejarah ini. Di belakang masjid yang dapat menampung sekitar 500 jamaah ini, terdapat lima buah makam tua. Diantaranya makam Syekh Daeng Ariefuddin, pendiri masjid Al-Arief. Menurut seorang petugas, ia adalah keturunan Sultan Hasanuddin dari Sulawesi Selatan. Masjid ini pernah mau dibongkar pada masa Belanda, dan juga setelah kemerdekaan.

Tapi berkat kegigihan pengurusnya dan umat Islam setempat, upaya membongkar masjid ini dapat digagalkan. Memang sampai tahun 1967 lokasi masjid ini di daerah hitam Planet Senen. Hingga didepannya seringkali mangkal para WTS dan hidung belang. Waktu itu ada pemeo : ''Mau menuju ke surga (masjid) atau ke neraka (tempat WTS) ada semua di sini''. Tapi sayangnya, para pengunjung lebih banyak menuju ke neraka! Di Pasar Senen, salah satu pasar tertua di Jakarta juga terdapat sebuah masjid tua lainnya.

Masjid At-Taibin yang terletak disamping gedung Gas Negara. Didirikan oleh para pedagang Pasar Senen sejak 1815. Masjid ini juga dapat diselamatkan dari pembongkaran Segi Tiga Senen pada tahun 1980-an. Seperti juga masjid tua lainnya, masjid At-Taibin juga disangga oleh 4 tiang berjejer lurus, terbuat dari kayu jati hitam. Tiap tiang memiliki nama sesuai dengan pemberian orang-orang yang menyumbangnya. Tiang pertama bernama Hajjah Fulana binti Husain, kemudian berturut-turut Hajjah Jantiyah, Haji Muhammad bin Fulan, dan Haji Sarbi. Para penyumbang ini tentunya orang-orang yang hidup saat masjid ini dibangun. Saat revolusi kemerdekaan, masjid ini pernah juga dijadikan markas pasukan Siliwangi. Dari masjid-masjid inilah para ulama memberikan semangat kepada pejuang dalam melawan Belanda. Masjid terletak di Jl Senen Raya 4, Kalilio, Jakarta Pusat.

Tidak ada komentar: