Minggu, 18 Oktober 2009

Sejauh Manakah Peran Masjid dalam Islam?


eramuslim - Untuk menjawab pertanyaan di atas, alangkah baiknya apabila kita kembali menekuri shirah nabawiyah yang mulia. Sebuah kisah perjalanan yang penuh dengan cerita-cerita keheroikan yang tiada bandingannya. Bagaimana saat pertama kali Rasulullah tiba di negeri tempat tujuan hijrahnya dalam sejarah Islam bersama para shahabatnya karena gangguan-gangguan kafir Quraisy yang telah mengancam keselamatan aqidah serta diri mereka (assabiqul awwalun). Hal yang pertama kali Beliau lakukan setelah sampai ke kota Madinah adalah membangun sebuah Masjid -kemudian dinamai masjid Nabawy- yang akan dijadikan asas dalam membangun masyarakat baru berdasarkan risalah yang dibawanya. Dengan luasan kira-kira panjang dan lebar seratus hasta, Beliau mulai meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat berdasarkan atas Islam, sedikit demi sedikit tapi pasti dan dalam waktu yang relatif singkat masyarakat madani telah terlihat tegak di bumi Madinah al Munawaroh.


Mungkin yang menjadi pertanyaan kita adalah bagaimana masjid bisa berperan sebegitu jauhnya dalam mengubah masyarakat yang tadinya jahiliah menjadi masyarakat yang penuh dengan kecemerlangan, baik dari segi peradaban, pemikiran maupun kekuatan. Ternyata fungsi masjid pada zaman Rasulullah yang mulia bukanlah sekedar sebagai tempat untuk melaksanakan ibadah ritual semata-sholat-tetapi lebih dari itu, yaitu sebagai madrasah bagi orang-orang Muslim untuk menerima pengajaran Islam dan bimbingannya, sebagai balai pertemuan dan tempat untuk mempersatukan berbagai unsur kekabilahan dan sisa-sisa pengaruh perselisihan semasa jahiliyah, sebagi tempat untuk mengatur segala urusan dan sekaligus sebagai gedung parlemen untuk bermusyawarah dan menjalankan roda pemerintahan.

Hal ini akan sangat berbeda apabila kita lihat dan bandingkan tentang peranan masjid di zaman sekarang ini, akan sangat ironis bahkan. Shaf yang hanya terdiri dari satu dua baris yang kadang tidak penuh, akan kita temui di seluruh pelosok kota maupun desa-desa kita. Ini menjadi pemandangan yang sangat biasa saat kehidupan duniawi ini-yang memang memperdayakan-telah menyita perhatian kita terhadap kehidupan yang kekal abadi kelak (alam akhirat).

Inilah, sebuah tugas yang maha berat yang telah Allah amanahkan kepada kita yang telah dikaruniai hidayat untuk kembali menyelami hakikat tentang kedalaman dan kemuliaan al Islam. Kemudian secara sinergis pengetahuan-pengetahuan kita tentang Islam kita tularkan kepada saudara-saudara kita. Agar suasana masjid-masjid yang kering dan terasa gersang kembali hidup dan makmur oleh kehadiran ummatnya. Sangat ironis memang, dengan keadaan negeri kita yang notabene disandangkan sebagai negeri dengan mayoritas penduduknya muslim bahkan terbesar didunia tetapi kualitasnya masih perlu dipertanyakan.

Hal ini akan semakin jelas terlihat apabila kita ditelusuri akan kembali kepada pemahaman penduduk awam pada umumnya mengenai agama-dien- mereka. Banyak dari mereka yang mengartikan Islam itu hanya identik dengan amalan-amalan yang bersifat mahdhoh saja, seperti sholat, puasa, zakat dan haji. Padahal hakikatnya Islam ini diturunkan tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia dengan aturan-aturan (syari 'at) yang telah dibawa oleh manusia teragung, Rasulullah SAW. Masjid yang seharusnya menjadi bangunan yang merupakan sentra dari segala aktivitas yang dilakukan ummat, kini dipandang hanya sebagai tempat ibadah-sholat. Peran yang sudah amat sangat direduksi dari peran masjid yang sesungguhnya. Mungkin inilah salah satu penyebab ummat ini belum bisa bersatu padu dalam menaklukkan musuh-musuhnya, merasakan nikmatnya ukhuwah dalam berislam tanpa memperdulikan apa yang namanya perbedaan suku, ras, bahasa bahkan batasan geografi yang memisahkan dimensi waktu dan tempat sekalipun. Tugas kita adalah mengembalikan kejayaan Islam Ini dengan ummatnya melalui suatu gerakan pencerahan (renaisance) terhadap pemahaman Islam secara komprehensif, tidak sepotong-sepotong apalagi parsial. Sehingga pada akhirnya akan tumbuh kesadaran dari masing-masing pribadi muslim untuk kembali kepada Islam secara kaffah, tanpa paksaan sedikit pun.

Yang menjadi masalahnya sekarang adalah adanya perang pemikiran (gawzul fikri)yang terus meresapi dan sengaja digulirkan oleh musuh-musuh Islam (Yahudi dan Nashoro) sehingga ummat semakin terjauhkan dari agama mereka sendiri dan sibuk oleh urusan-urusan furu' dan khilafiyah yang telah menguras tenaga dan konsentrasi ummat Islam sendiri. Bayangkan, sekarang ini ummat telah merasa merdeka, bebas dan tidak diperbudak di negerinya sendiri, padahal saudara seimannya dibelahan dunia yang lain -di palestina, iraq, afganistan, chechnya, kashmir, bosnia, pattani, mindanau dan masih banyak negeri Islam lainnya- yang masih terkungkung oleh tali-tali penjajahan dari negeri kaum kuffar. Mereka terlena dengan apa yang ada pada diri mereka karena tidak adanya ikatan persaudaraan yang kuat antara sesama muslim saat ini. Padahal dahulu pada saat Islam telah mencapai zaman keemasannya, penghinaan terhadap kehormatan seorang muslimah dibalas dengan penaklukan sebuah negeri.

Mungkin itulah contoh jika masjid dikembalikan seperti fungsi yang seharusnya, di mana informasi dan komunikasi akan terus terjalin dengan baik antara amir dengan masyarakat yang dipimpinnya. Sehingga terciptalah keadilan di muka bumi dan tak ada tempat bagi fitnah dan agama, selain Al Islam. Di mana kedudukan seseorang tidak dibeda-bedakan lagi oleh jabatan duniawi saat sujud bersama-sama dalam masjid yang sama, hanya taqwalah yang menjadi penciri dan pembedanya. Sebuah ikatan yang teramat kokoh untuk bisa diputuskan, suatu ikatan tali aqidah yang hanif yang mengajarkan hanya untuk menegakkan suatu kalimah yang mulia "La ilaha illallah". Karena salah satu cara untuk meng-counter setiap isu-isu yang ada yaitu dengan adanya komunikasi yang baik antar elemen yang menyusun ummat. Yah, salah satunya melalui wasilah masjid, dimana masjid dijadikan sebagai tempat untuk merumuskan berbagai strategi dakwah yang akan mengatasi segala pemikiran sesat kaum musyrikin. Bahkan dalam suatu cerita dikatakan bahwa salah satu tanda umat akan bangkit dan dapat mengalahkan Si bangsa kera dan babi adalah jumlah jamaah shalat shubuh sama dengan jumlahnya saat shalat jum'at. Kalau melihat kondisi dewasa ini, ini merupakan hal yang mungkin sangat sulit untuk diwujudkan. Tetapi juga mengisyaratkan kepada kita semua bahwa perjuangan untuk menegakkan agama Allah masih panjang dan butuh kesabaran yang luar biasa dari para penyerunya.

Sebenarnya solusi konkret yang dapat kita lakukan dan mungkin "mudah" untuk kita laksanakan yaitu dengan bersungguh-sungguh untuk kembali kepada kedua sumber hukum Islam, yaitu Al Quran dan Hadits. Yang dengan keduanya niscaya manusia tidak akan tersesat didunia dan akhirat. Untuk terakhir kalinya, kami serukan Ayo kembali ke masjid karena memang hati itu terpaut dimasjid. Berawal dari masjid, insyaAllah akan teraih kembali kejayaan Islam yang kita idam-idamkan selama ini sehingga tiada fitnah lagi dan agama seluruhnya hanya milik Allah SWT semata tiada yang lain. Semoga.
Allahu Akbar !

Tidak ada komentar: