Minggu, 29 November 2009

Orang Bijak dan Anak Kecil

Seorang bijak, sebagaimana disebutkan dalam buku 65 Kisah Teladan karya Muhammad Sulthan, suatu hari mengajukan pertanyaan kepada seorang anak kecil yang selalu aktif mengikuti shalat Shubuh berjama'ah di masjid. Sang hakim ingin mengetahui, apakah anak itu mengerjakan shalat sebagai kebiasaan saja, ataukah karena kewajiban.

"Wahai anakku, manakah yang lebih utama menurutmu; harta atau akal?" tanya hakim.
"Akal," jawab anak itu.
"Mengapa?" Anak itu menjawab, "Karena akal akan mendatangkan harta, sedangkan harta akan menghilangkan akal."

"Harta atau keadilan?" tanya orang itu lagi. "Keadilan."
"Mengapa?"
"Karena harta akan melindungi pemiliknya dari kezaliman di saat keadilan tiada, sehingga dia menjadi tujuan saat ketidakadilan didapatkan, maka harta hanyalah perantara saja, bukan tujuan."

Lalu hakim bertanya lagi, "Harta atau kekuasaan?"
"Harta," jawab anak kecil itu.
"Mengapa?"
"Karena harta akan menjadi perantaraku untuk menguasai hati apabila kubelanjakan dalam kebaikan. Sedangkan kekuasaan terhadap hati lebih agung. Adapun kekuasaan duniawi seringkali menjadikan aku durhaka dan melampaui batas. Lalu aku berbuat zalim, sehingga aku kehilangan kekuasaan atas hati dan orang-orang sekitarku akan mengincar aku."

"Wahai anakku, harta ataukah teman?"
"Teman. Karena dengan harta saja aku tidak mampu mendapatkan seluruh keinginanku. Tetapi dengan berteman, aku dapatkan semua yang aku inginkan." . 

"Harta atau kesehatan?" "Kesehatan. Karena kesehatan akan mendatangkan harta. Sedangkan harta secara sendirian tidak mampu mendatangkan kesehatan."

"Aku atau kamu?" tanya ahli hikmah itu mengakhiri pertanyaannya.
"Engkau dan aku. Engkau adalah sungai yang penuh mengalirkan hikmah dan ilmu. Sedangkan kami adalah tumbuhan yang minum darinya."
"Sungguh, hatiku dingin tenteram mengetahui jawabanmu, anakku. Semoga Allah melimpahkan berkah kepadamu. Jagalah (hak-hak) Allah," tutur sang ahli hikmah.

Ahmad Haykel




Tidak ada komentar: